Buta Warna Jangan Jadi Wartawan?

Posted by FONDA AUGUST at 2:22 AM

Friday, June 20, 2008


Jika punya kenalan, menjadi wartawan cukup gampang. Tidak berbelit. Job Seeker tidak perlu persiapan khusus. Tinggal bikin aplikasi, lantas tanya kapan interview dan berapa kisaran gajinya. Sekarang datang, lusa bisa langsung kerja.
Tapi, jika Anda tidak punya jejaring yang luas, jangan sekali-kali berharap lebih. Perjuangan ada di pundak sendiri. Kemampuan dan pemenuhan syarat wajib dipenuhi tanpa imbal bantuan kolega. Sepintas berat memang, apalagi untuk perusahaan media massa berskala nasional.
Kadang pula, syarat-syarat yang tidak akrab di mata kita, menjadi syarat tambahan yang mau tidak mau menjadi penting bagi perusahaan pencari tenaga kerja. Seperti apa yang menjadi catatan Satrio Arismunandar, yang kini menjadi produser untuk program acara ekspedisi dan petualangan salah satu stasiun televisi. Tulisan ini dibuat setahun lalu, tapi saya pikir cukup menjadi wacana menarik bagi pelaku dunia jurnalisme.

(Dikutip dari tulisan Satrio Arismunandar, 27 Maret 2007 yang termuat di gramediamajalah-undercover.blogspot.com)

Belum lama ini saya baca iklan penerimaan wartawan baru Harian Kompas. Salah satu syarat di sebutkan disitu: "Tidak buta warna." Saya jadi bertanya-tanya, apa sih makna tak boleh buta warna di situ?
Kalau untuk jadi dokter, ahli farmasi, dsb, saya bisa paham. Ahli kimia atau farmasi yang tak bisa membedakan warna bisa membahayakan keselamatan orang, karena keliru membedakan zat kimia atau campuran obat. Untuk desainer grafis, soal buta warna jelas ada pengaruhnya. Tapi reporter?
Kenapa saya bertanya ini? Karena faktanya: saya adalah mantan wartawan Harian Kompas yang menderita buta warna. Meskipun bukan buta warna total (saya masih bisa membedakan warna lampu lalu lintas). Toh selama saya kerja di Harian Kompas (1988-1995), tidak pernah ada masalah dengan kebutawarnaan tersebut. Saya mungkin malah termasuk salah satu wartawan yang paling produktif di masa itu (bisa dicek dari ketebalan order arsip tulisan-tulisan saya).
Mungkin kriteria Kompas itu agak relevan untuk wartawan seni, yang tugasnya mengulas karya seni lukis, atau wartawan mode, yang mengulas warna busana. Namun sayang sekali, jika Kompas harus menolak calon wartawan yang potensial jagoan di bidang sosial-ekonomi atau politik, hanya karena menderita buta warna (yang bukan buta warna total pula). ***

3 comments:

Anonymous said...

Mas tolong dong, aku pengen jadi wartawan kompas,, tolong tunjukin gmana caranya?? thanks,,

Anonymous said...

soryy dari Evan Hendra.. evanhendra@ymail.com

Anonymous said...

Saya seminggu ini mencari artikel dan informasi. Apakah wartawan tidak boleh buta warna? saya 1 minggu lalu medical check up, untuk rekrutmen karyaman baru menjadi reporter di harian media ternama. Jujur saya shock sekali setelah dokter bilang saya menderita buta warna parsial.
setelah medical check up saya was-was apakah seorang reporter tidak boleh buta warna, sebab 1 minggu setelah hasil tersebut saya tidak lolos dikarenakan salah satunya saya parsial.

mohon balasanya?
sebab saya sangat bermimpi menjadi reporer besar, saya juga selama di kampus aktif di persma kampus sebagai reporter dan pernah magang disalah satu majalah group gramedia majalah.

terima kasih